Minggu, 24 Mei 2009

IMPLEMENTASI HAPS DI INDONESIA (REVISI)

Seperti yang telah dipaparkan dalam artikel sebelumnya bahwa HAPS merupakan teknologi baru pada sektor telekomunikasi yang mampu mengatasi kekurangan dari infrastruktur terrestrial dan extraterestrial. HAPS bisa dipertimbangkan sebagai solusi yang baru dalam menyediakan layanan telekomunikasi. HAPS telah lama dikembangkan di negara-negara maju, seperti Amerika dan Jepang. Selain kedua Negara tersebut, Negara yang mulai memiliki interest terhadap perkembangan teknologi HAPS adalah Korea, Australia, Taiwan, Cina (RRC), Eropa Barat, Indonesia dan India.

Pengembangan HAPS dapat pula dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia karena teknologi HAPS tidak mempunyai kompleksitas setinggi satelit dan resiko yang rendah pula. Di Indonesia, penggunaan teknologi HAPS sangat menguntungkan dan akan lebih efisien dibandingkan dengan satelit. Implementasi HAPS akan lebih mudah karena tidak memerlukan kendaraan peluncur seperti roket. Peluncuran roket akan sangat tidak efisien mengingat keterbatasan sumber daya di Indonesia. Selain itu, iplementasi HAPS tidak memerlukan orbit khusus seperti satelit, tidak menimbulkan sampah luar angkasa, mudah di-upgrade, dan fleksibel. Fleksibel disini maksudnya bahwa HAPS dapat diupgrade sesuai kebutuhan dan dapat dipindah-pindahkan tempatnya seperti pesawat terbang. Hal ini sangat menguntungkan apabila diterapkan di Negara kita, mengingat Indonesia adalah negara yang heterogen dan memiliki cakupan geografis yang luas dan beragam. Sebuah HAPS akan mampu melayani suatu area dalam radius 500 km atau setara dengan daerah dengan luas780 ribu kilometer persegi.

Selain itu, di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, perkembangan kebutuhan telekomunikasi relatif sangat cepat, sehingga kita memerlukan suatu teknologi yang dapat dimodifikasi dengan mudah apabila diperlukan. HAPS akan sangat menguntungkan karena dilihat dari segi kecepatan proses pembangunannya, HAPS tergolong sangat cepat dan mudah untuk dimodifikasi atau di-upgrade. Dikatakan sangat mudah dan cepat karena HAPS menggunakan wahana berupa pesawat terbang atau balon udara. Apabila sewaktu-waktu kita ingin menambahkan fitur layanan baru pada HAPS maka operator HAPS hanya perlu menurunkan pesawat atau balon udara tersebut kemudian tinggal menambahkan fitur baru yang diperlukan. Hal ini sangat berbeda dengan system satelit atau system terrestrial lain, yang memerlukan banyak biaya, memakan waktu yang lama dalam proses pembangunan, dan lebih sulit untuk melakukan modifikasi dibandingkan dengan teknologi HAPS. Oleh karena itu, Bukan tidak mungkin, sistem satelit akan tergantikan dengan teknologi HAPS.

Indonesia merupakan negara yang terkadang mengalami perubahan cuaca yang cukup tinggi dengan curah hujan yang relative tinggi pula. Sebagai data pendukung, berikut data mengenai tingkat curah hujan di Indonesia dan Asia Pasifik :
Waktu (%/tahun) 1,0 0,3 0,1 0,03 0,01 0,003 0,001
Hujan (mm/jam) 12 34 65 105 145 200 250
Namun hal ini tidak menjadi masalah bagi implementasi HAPS. Keuntungan lain dari penerapan teknologi HAPS di Indonesia adalah HAPS diletakkan pada ketinggian sekitar 20 - 50 km dan pada titik yang tetap dan tertentu, relatif terhadap bumi. Pada ketinggian ini, HAPS akan terbebas dari pengaruh perubahan cuaca dan turbulensi udara. Motor pengendali elektrik pada HAPS dapat mengatasi kecepatan angin pada ketinggian 20 km, yakni berkisar 20km/jam.

Selain itu, pada ketinggian ini, teknologi HAPS akan memiliki energi surya yang cukup tinggi, karena tidak terhalang oleh awan, seperti yang diungkapkan Ihsan Hariadi dalam Seminar dan Pameran Terbatas “The 1st Indonesian High Altitude Platform Systems (HAPS) 2000” pada 25-26 September 2000 di Hotel Shangri-La, Jakarta.


Adanya energi surya akan membuat HAPS menjadi lebih efisen disbanding dengan satelit karena energi panas surya dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik yang ramah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi cuaca di Indonesia yang seringkali berawan tidak akan menjadi halangan bagi implementasi HAPS di Indonesia.

Namun, pengembangan teknologi HAPS harus dilakukan secara sinergis dengan berbagai disiplin ilmu. Penerapan HAPS di Negara berkembang, seperti Indonesia memerlukan penelitian terhadap meteorologi-geofisika atmosfir dan karakter propagasi frekuensi (khususnya frekuensi EHF). Disamping itu perlu pula dicermati pengaruh interferensi frekuensi uplink dengan satelit dan sistem terestrial (uplink dan down link). HAPS dapat diterapkan sebagai faktor komplemen dari jaringan terestrial atau satelit yang ada. Umumnya digunakan sebagai backup emergency atau pelimpahan beban traffic. HAPS dapat diimplementasikan sebagai wahana broadcasting TV, radio dan data baik secara individu (stand alone), network atau komplemen.

Sebagai realisasi dari implementasi teknologi HAPS di Indonesia, maka dapat dilakukan dengan beberapa tahapan-tahapan. Sesuai dengan yang diungkapkan Albert Gifson, S.T, M.T., terdapat tiga tahapan dalam implementasi teknologi HAPS di Indonesia.
Implementasi HAPS tahap pertama dapat dilakukan dengan mengimplementasikan HAPS untuk wilayah kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Bali. Hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pembangunan dilihat dari segi infrastruktur. Pada tahap ini, teknologi HAPS dapat difungsikan untuk aplikasi internet, broadcasting, telekomunikasi (selular), pengendalian lalu lintas kendaraan dan monitoring polusi lingkungan hidup. Para ahli Sky Station menyarankan agar kota seperti Jakarta mulai menggunakan teknologi balon udara menggantikan teknologi konvensional yang ada. Keuntungan yang ditawarkan sudah jelas yaitu murah, kapasitas per bandwidth yang sangat lebar dan sangat cocok untuk broadband teknologi. Selain itu kecepatan pembangunan sarana balon yang jauh lebih tinggi dari ketiga metode yang lain juga patut jadi pertimbangan utama. Sky station international, Inc. menyatakan bahwa penggunaan teknologi satelit geostasioner maupun non-geostasioner sudah sangat ketinggalan untuk diimplemantasikan di kota-kota besar seperti Kairo, Lagos, Jakarta, dan Bombai. Satelit Geostasioner hanya memiliki kemampua memunculkan satu buah berkas tiap kota besar dengan pemakaian garis tengah antenna penerima sebesar 5 meter. Satelit dengan jenis LEO atau Low Earh Orbit hanya mampu memunculkan 6 berkas untuk setiap kota besar. Namun, penggunaan teknologi HAPS pada ketinggian 21 km mampu memunculkan berkas hingga 700 sampai 1000 berkas transmisi ke setiap kota.
Pada tahap kedua, HAPS diimplementasikan di kota-kota kecil atau sub-urban. Tahap ini merupakan perkembangan dari implementasi tahap pertama yang dilakukan di kota-kota besar. Pada tahap ini, teknologi HAPS difungsikan untuk aplikasi internet, broadcast, telekomunikasi, tele-medecine, tele-education dan penginderaan jarak jauh.
Sedangkan implementasi tahap ketiga dilakukan pada daerah rural/remote, seperti hutan dan laut. Pada area ini HAPS dapat digunakan untuk penginderaan jarak jauh dan telekomunikasi.
Selain itu, Albert Gifson menyatakan bahwa dalam implementasi teknologi HAPS, perlu dicermati pula penggunaan spektrum frekuensi,mengingat HAPS payload dapat memanfaatkan pita frekuensi 2 GHz (L band) sampai dengan 50 GHz (V band). Hal ini mengingat di Indonesia khususnya dan di Asia Pasifik umumnya mempunyai curah hujan kumulatif rata-rata yang tinggi.
Mengingat berbagai keunggulan HAPs dibandingkan dengan satelit, maka bukan tidak mungkin teknologi HAPS akan menggantikan teknologi satelit di bidang telekomunikasi, khususnya di negara-negara berkembang.

ARSITEKTUR HAPS (REVISI)


Pada dasarnya wahana High Altitude Platform System (HAPS) akan menjadi backbone pada perangkat yang terdapat di Balon Udara atau pesawat terbang yang digunakan, yang mampu menangani access network, perangkat observasi bumi dan AP service. Pada perangkat access network dapat melayani aplikasi-aplikasi fixed wireless access, penyiaran dan komunikasi bergerak.

Seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan, HAPS menggunakan wahana berupa balon udara/gas atau pesawat. Perusahaan yang mengembangkan teknologi tersebut adalah Skystation (Amerika Serikat) dan Skysat.

gambar 1.1

gambar 1.2

Gambar 1.1 adalah HALO, teknologi HAPS dengan wahana pesawat yang dikembangkan oleh Angel Technology, sedangkan gambar 1.2 adalah STS, teknologi HAPS dengan wahana balon gas yang dikembangkan oleh Skystation.

Perbedaan dari kedua wahana tersebut adalah pada pengoperasiannya. HALO memerlukan satu armada pesawat HALO dan landasan pacu di beberapa tempat. Pengoperasiannya dilakukan secara siklus 5-7 jam sekali. Sedangkan STS SkyStation dapat beroperasi selama 5-6 tahun tanpa awak. Pengoperasiannya menggunakan motor listrik untuk stabilisasi ketinggian dan posisi.

No

Kriteria teknis

Besaran

Catatan

1

Platform weight

6.750 kg


2

Dimension at Ø max.

(145 x 52) meter

Diameter maksimum

3

Altitude

21 km

69.000 kaki

5

Masa operasional

> 5 tahun


6

Electrical output max.

515 kW

Pada saat siang hari

7

Load Power max.

135 kW

20 kW untuk payload

115 kW untuk platform

8

Top speed

107 knot


9

Cruising sbpeed

40 knot


10

Closed Loop Control

GPS

Window of : (400 x 700) meter

Berikut adalah tabel yang memuat data teknis platform balon gas Skystation :

No

Kriteria Teknis

Besaran

Catatan

1

Berat

1.000 kg


2

Switch

ATM onboard


3

Catu daya maksimum

20 kW


4

Antena

Spot beam

1 spot = 150 km (diameter)

5

Connection

E1 dan T1

- via LAN, PSTN, ISP

6

Rate services

Fixed, Variable


7

Frekuensi

2 GHz - 50 GHz

Tergantung aplikasi.

Tabel berikut menampilkan aspek teknis payload berikut layanan yang diberikan dari wahana

STS Sky Station:

Sedangkan gambar berikut menampilkan pembagian pelayanan HALO dan line of sight nya :


Dalam implementasinya, HAPS merupakan satu kesatuan jaringan, artinya satu HAPS untuk satu kota dan tidak terkait dengan HAPS lain. Penggunaan HAPS dapat mencakup daerah yang luas atau memanjang, misalnya jalur pantai utara Jawa sebagai pendukung cellular atau sensor jarak jauh. Selain itu, HAPS dapat digunakan sebagai faktor komplemen jaringan terestrial atau satelit. HAPS diterapkan sebagai back up emergency. Dalam pemanfaatannya, HAPS dapat digunakan sebagai wahana broadcasting data baik secara individu, komplemen, atau network.

STANDARISASI FREKUENSI

Dalam Konferensi WRC (World Radiocommunication Conference) tahun 1997 telah ditetapkan frekuensi HAPS yaitu antara 47,2 – 47,5GHz dan pita frekuensi 47,9 – 48,2 GHz. Sebuah proyek uji coba oleh Sky Station merupakan prototype pertama yang berhasil dioperasikan. Sky station juga telah terbukti mampu melayani 700 daerah pancaran di permukaan bumi. Lebar band (Bandwidth) yang dipakai adalah sebesar 300 MHz pada frekuensi up-link 47,2 – 47,5 GHz dan frekuensi down-link 47,9 – 48,2 GHz. Teknologi HAPS telah ditetapkan sebagai platform dari IMT – 2000 (International Mobile Telecommunication) atau yang lebih dikenal dengan teknologi seluler generasi ketiga (3G). Platform yang akan ditempati oleh HAPS adalah perangkat base station pada sisi terresterial. Bedasarkan pembagian wilayah (Region) pada ITU maka alokasi frekuensi pada masing-masing.

Region terbagi atas :

1. Region 1 adalah 1885 – 1980 MHz

2. Region 2 adalah 1885 – 1980 MHz dan 2110 – 2160 MHz

3. Region 3 adalah 2010 – 2170 MHz dan 2110 – 2170 MHz

Dengan ditetapkannya HAPS dalam standar penyusunan IMT-2000, maka diharapkan HAPS akan segera dapat dipakai dalam penerapan komunikasi bergerak terbaru. IMT-2000 sendiri telah menetapkan bahwa frekuensi dasar yang diterapkan di bumi (terresterial) adalah 1885 – 2025 MHz dan 2110 – 2200 MHz, dan alokasi untuk satelit pendukung IMT – 2000 adalah frekuensi 1980 – 2010 MHz dan 2170 – 2200 MHz.

KELEBIHAN HAPS

Pada bagian pendahuluan, dijelaskan HAPS merupakan teknologi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada infrastruktur terestrial dan infrastruktur extra-terestrial sehingga dapat dibandingkan antara teknologi HAPS dengan teknologi terestrial bumi dan satelit.

Dari segi investasi, HAPS jauh lebih murah dibandingkan satelit GSO (36 transponder) yaitu sekitar 30% -nya saja karena HAPS tidak memerlukan tempat, waktu peluncuran yang khusus dan tidak 'space standard'. Payload juga dapat di upgrade sesuai kebutuhan atau dikembangkan dengan mudah dan cepat. Biaya operasi HAPS relatif lebih rendah karena satu wahana HAPS dapat mencakup area seluas 637.000 km2 s/d 785.000 km2 dari ketinggian 21 km. Untuk Sky Station cakupan dibagi menjadi 2 yaitu Urban Area Coverage (UAC) dan Suburban Area Coverage (SAC).[FRM]. Kelebihan lainnya yaitu HAPS resikonya lebih rendah dibanding satelit, khususnya dari segi teknis. Dengan HAPS, kecil kemungkinan wahana tersebut mengalami kecelakaan (meledak) atau hilang (miss-orbit). Penggunaan HAPS tidak memerlukan koordinasi global (konstalasi satelit LEO/NGSO) atau regional (satelit GEO/GSO). Dari sudut pandang aplikasi, HAPS dapat di upgrade sesuai kebutuhan yang relatif lebih murah dan mudah dibandingkan satelit, mengingat ketingginnya yang masih didalam atmosfir bumi.

Kapasitas HAPS, dengan payload seberat 1 ton (SkyStation) dapat memberikan output layanan sebesar 7 Gbps [YCL-HYE], sedangkan payload dapat berupa multi aplikasi. Sementara cakupan maksimal adalah antara 450 km s/d 500 km radius. Sebagai wahana pendukung aplikasi telekomunikasi, maka HAPS memiliki delay time (kelembaman waktu) yang jauh lebih kecil dibandingkan satelit yaitu sekitar 0,14 ms atau 140 ms. Pemakaian teknologi HAPS juga dapat memperkecil faktor fading yang diakibatkan oleh tingginya sudut elevasi antara antena pengguna dengan wahana HAPS. Untuk radius sampai dengan 150 km, dapat digunakan sudut elevasi antara 15° sampai dengan 30°. Resume perbandingan tersebut dirangkum dalam tabel.

Tabel HAPS vs Terestrial dan Satelit


No

Aspek

Terestrial

HAPS

Satelit

1

Investasi

Sedang

Kecil

Besar

2

Biaya operasi

Sedang

Sedang

Besar

3

Resiko

Kecil

Sedang

Besar

4

Koordinasi

Lokal

Lokal

Internasional

5

Biaya upgrade

Besar

Sedang

Besar

6

Kapasitas sistem

Besar

Besar

Kecil

7

Cakupan geografis

Kecil

Besar

Sangat Besar

8

Delay time

Kecil

Kecil

Besar

9

Fading

Besar

Kecil

Kecil

Khusus untuk delay time HAPS (kondisi line of sight), pada titik nadir 1 hop = 70 m sec dan untuk 2 hop =140 m sec. Sementara untuk titik terjauh (500 km dari titik nadir) delay time 1 hop = 1.668 m sec dan untuk 2 hop = 3.336 m sec.


Sumber : Albert Gifson, ST . MT

HIGH ALTITUDE PLATFORM SYSTEM (PENDAHULUAN-REVISI)

Sektor telekomunikasi merupakan sektor yang mengalami perkembangan sangat pesat seiring dengan perkembangan zaman. Namun, dalam telekomunikasi sering kali masih terdapat kekurangan, padahal kebutuhan akan jasa telekomunikasi yang memiliki bandwidth yang besar dan kecepatan yang tinggi semakin besar. Kebutuhan tersebut belum terpenuhi karena selama ini infrastruktur yang digunakan dalam telekomunikasi dibedakan menjadi dua, yakni infrastruktur terestrial dan infrastruktur extra-terestrial yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada infrastruktur terestrial terdiri atas terestrial darat dan laut. Di indonesia sendiri permasalahan di bidang telekomunikasi sangat terasa seperti delay yang tinggi, paket loss dan sebagainya.

Infrastruktur terestrial darat terdiri atas infrastruktur jaringan kabel (tembaga dan fiber optik) dan radio gelombang mikro (seperti tower). Sedangkan infrastruktur terestrial laut terdiri atas jaringan kabel tembaga dan fiber optik. Infrasturktur terestrial mempunyai kelebihan di unlimited bandwith expansion, tapi juga mempunyai kekurangan dalam bidang fleksibilitas, daerah jangkauan yang terbatas dan mobilitas.

Infrastruktur extra-terestrial merupakan infrastruktur satelit yang memiliki kelebihan dalam bidang fleksibilitas, daya jangkau sangat luas dan mobilitas, tetapi risikonya tinggi, limited bandwith expansion, biaya yang sangat mahal (perakitan, peluncuran dan perawatan), dan kelembaman waktu (time delay) tinggi, khususnya untuk suara dan data interaktif.

Perkembangan sektor telekomunikasi dalam infrastruktunya yaitu High Altitude Platform System (HAPS), sebagai solusi dalam meminimalisasi kekurangan yang ditimbulkan dari kedua jenis infrastruktur (terestrial dan extra-terestrial) tersebut, yang merupakan suatu teknologi baru. High Altitude Platform System (HAPS) tersebut merupakan metode baru yang digunakan di daerah antara terestrial dan extra-terestrial. HAPS sendiri belum diwujudkan dalam hal tujuan komersial di dunia nyata, namun sudah pernah diujicobakan dalam beberapa percobaan dan berhasil. Masih perlu diselenggarakan berbagai penelitian terutama berkaitan dengan aerospace dan telekomunikasi. Dalam hal telekomunikasinya sendiri perlu diteliti mengenai kemungkinan terjadinya interferensi dengan sistem yang sudah stabil, apakah penggunaan HAPS menggagu atau malah mendukung sistem yang sudah stabil tersebut, sedangkan dalam hal aerospace-nya perlu diteliti apakah tempat peletakan HAPS selama ini sudah tepat dan noise yang ada lebih sedikit dibandingkan infrastruktur terestrial dan extra-terestrial.

Selama ini, penelitian dan percobaan penggunaan HAPS sebagai wahana telekomunikasi dan broadcasting masih dilakukan oleh negara-negara maju, diantaranya Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Wahana HAPS sendiri baru dikembangkan dengan dua media yaitu : balon gas (gas yang lebih ringan daripada udara) dan pesawat terbang bermesin. Teknologi wahana balon gas dikembangkan oleh Amerika Serikat, oleh SkyStation dan SkySat, serta Jepang. Sementara teknologi pesawat terbang dikembangkan oleh Angel Technology (USA), dinamakan HALOTM (High Altitude Long Operation), dan oleh European Space Agency (ESA), dinamakan HALETM (High Altitude Long Endurance). Namun, wahana tersebut masih dalam pengembangan dan masih dalam pencarian wahana mana yang lebih baik.

HAPS dibagi menjadi dua bagian utama, bagian pertama adalah platform (wahana) yang terdiri dari perangkat propulsi, bahan bakar, perangkat komunikasi pengendalian-pengukuran dan penyediaan energi. Bagian kedua adalah payload yang terdiri dari perangkat telekomunikasi atau broadcasting dalam bentuk semacam 'transponder'.

Menurut, Eddy Setiawan dalam wacana” High Altitude Platform System” di www.assi.or.id, HAPS memiliki beberapa kelebihan yaitu :

1. Dari segi biaya.

Pemeliharaan dan pengembangannya tidak merepotkan. karena mudah untuk dinaik-turunkan dan dipindah-tempatkan. Investasi tidak sebesar sistem terestrial dan biaya operasinyapun tidak sebesar sistem satelit. HAPS tidak memerlukan tempat, waktu peluncuran yang khusus dan tidak 'space standard’.Begitu pula dengan biaya untuk mengupgrade mesin dan komponen penyokongnya, masih lebih rendah dibandingkan dengan sistem terrestrial maupun satelit karena peng-upgrade-annya termasuk mudah dan cepat. Menerapkan HAPS tidak memerlukan wahana roket untuk menerbangkannya, Kapasitas sistemnya hampir sama dengan yang dimiliki sistem terrestrial dan lebih besar dari yang dimiliki sistem satelit. Dengan payload seberat 1 ton (contohnya SkyStation) dapat memberikan output layanan sebesar 7 Gbps, sedangkan payload dapat berupa multi aplikasi

2. Wilayah cakupan

HAPS mampu menjangkau wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan menempatkan perangkat yang sama di permukaan Bumi, dalam hal ini adalah sistem terrestrial. Cakupan maksimalnya adalah antara 450 km s/d 500 km radius. Delay Time dan Fading HAPS memiliki delay time (kelembaman waktu) yang jauh lebih kecil dibandingkan satelit yaitu sekitar 0,14 ms atau 140 ms. HAPS juga memperkecil faktor fading akibat tingginya sudut elevasi antara antena pengguna dengan wahana HAPS. Jarak operasinya yang lebih dekat ke permukaan bumi menyebabkan pancaran gelombang radio dari dan ke wahana tersebut memerlukan daya dan tunda waktu yang jauh lebih kecil.

3. Resiko

HAPS memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk hilang ataupun meledak dibanding dengan satelit.

4. HAPS mampu mempercepat pertukaran data dibandingkan dengan satelit yang ditempatkan pada ketinggian geostasioner.

5. Teknologi yang HAPS digunakan merupakan teknologi ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar yang merusak lingkungan.

6. Kapasitas berkas

Dibandingkan dengan sistem terrestrial dan sistem satelit, maka HAPS memiliki kapasitas berkas 116 kali lebih besar. Sebagai contoh: Jika satelit dengan orbit rendah memiliki kemmapuan memunculkan tidak lebih dari 6 berkas transmisi untuk tiap kota, maka HAPS mampu memunculkan 700-1000 berkas transmisi untuk tiap kota.

7. Fungsi yang lengkap

Biasanya satelit model lama hanya mampu membawa satu fungsi pada saat diluncurkan. Sedangkan HAPS bisa membawa beberapa fungsi sekaligus. Misalnya saja fungsi sebagai remote sensing dan security system

Dari berbagai kelebihan yang dimiliki, HAPS tetap memiliki kekurangan. Salah satunya adalah Pergerakan wahana tidak dapat dihindari walaupun terdapat kontrol posisi dan sikap dari wahana. Selain itu, jika tidak dilakukan koordinasi yang baik dengan Departemen Perhubungan, maka HAPS bisa mengganggu sistem penerbangan. Oleh karena itu, HAPS diletakkan di lapisan stratosfir pada ketinggian 20-50 km. Lapisan stratosfir berada di atas lapisan perubahan cuaca dengan suhu antara 0oC-60oC dan tekanan antara 90mb-0mb, serta jauh di atas jalur penerbangan sipil dan awan hujan (di atas kawasan turbulansi udara). Selain itu lapisan stratosfir mempunyai kestabilan perubahan angin yang cenderung lamban dan konstan yaitu sebesar 50 m/detik pada ketinggian 21 km. Oleh karena itu, lapisan stratosfir dianggap layak untuk dimanfaatkan sebagai media observasi bumi dengan menggunakan wahana balon udara/ gas atau pesawat terbang. Dan karena masih dalam lapisan bumi HAPS hanya bisa menjangkau area yang tidak terlalu jauh seperti satelit, namun lebih jauh dari jangkauan yang menggunakan infrastruktur terestrial. Oleh karena itu, HAPS diimplementasukan secara stand-alone artinya HAPS hanya digunakan untuk satu kota dan tidak terkait dengan HAPS lain

HAPS dapat dimanfaatkan pada berbagai aplikasi :

1. Internet : baik sebagai akses atau backbone.

2. Telekomunikasi: voice fixed dan cellular / wireless dan data.

3. Broadcasting : TV, Radio dan data (paging).

4. Video conference.

5. Tele-medecine.

6. Tele-education.

7. E-shopping dan E-commerce.

8. Remote sensing : monitor polusi, tata ruang daerah, kebakaran hutan dan potensi kelautan.

9. Civil service : keamanan, pemberi tahu dini (kebakaran hutan, bencana alam dll).

10. Komunikasi militer dan penginderaan militer.

11. Pengaturan lalulintas dan keperluan kepolisian.

12. Telecommuting.