HAPS merupakan teknologi baru pada sektor telekomunikasi yang mampu mengatasi kekurangan dari infrastruktur terrestrial dan extraterestrial. HAPS telah lama dikembangkan di negara-negara maju, seperti Amerika dan Jepang. Pengembangan HAPS dapat pula dilakukan di negara berkembang, karena teknologi HAPS tidak mempunyai kompleksitas setinggi satelit dan resiko yang rendah pula.
Namun pengembangan teknologi HAPS harus dilakukan secara sinergis dengan berbagai disiplin ilmu. Penerapan HAPS di Negara berkembang, seperti Indonesia memerlukan penelitian terhadap meteorologi-geofisika atmosfir dan karakter propagasi frekuensi (khususnya frekuensi EHF). Disamping itu perlu pula dicermati pengaruh interferensi frekuensi uplink dengan satelit dan sistem terestrial (uplink dan down link). HAPS dapat diterapkan sebagai faktor komplemen dari jaringan terestrial atau satelit yang ada. Umumnya digunakan sebagai backup emergency atau pelimpahan beban traffic. HAPS dapat diimplementasikan sebagai wahana broadcasting TV, radio dan data baik secara individu (stand alone), network atau komplemen.
Untuk Indonesia, maka skenarionya adalah tahap 1 implementasi HAPS untuk Jakarta, Surabaya, Medan dan Bali. Untuk aplikasi internet, broadcasting, telekomunikasi (selular), pengendalian lalu lintas kendaraan dan monitoring polusi lingkungan hidup. Tahap 2, HAPS diimplementasikan untuk sub-urban dengan aplikasi internet, broadcast, telekomunikasi, tele-medecine, tele-education dan penginderaan jarak jauh. Sedangkan tahap 3 untuk daerah rural/remote (hutan dan laut) HAPS dapat digunakan untuk penginderaan jarak jauh dan telekomunikasi.
Perlu dicermati pula penggunaan spektrum frekuensi,mengingat HAPS payload dapat memanfaatkan pita frekuensi 2 GHz (L band) sampai dengan 50 GHz (V band). Hal ini mengingat di Indonesia khususnya dan di Asia Pasifik umumnya mempunyai curah hujan kumulatif rata-rata yang tinggi.
Tabel 4. Tingkat curah hujan di Indonesia dan Asia Pasifik. [ES]
Waktu (%/tahun) | 1,0 | 0,3 | 0,1 | 0,03 | 0,01 | 0,003 | 0,001 |
Hujan (mm/jam) | 12 | 34 | 65 | 105 | 145 | 200 | 250 |
Para ahli Sky Station menyarankan agar kota seperti Jakarta mulai menggunakan teknologi balon udara menggantikan teknologi konvensional yang ada. Keuntungan yang ditawarkan sudah jelas yaitu murah, kapasitas per bandwidth yang sangat lebar dan sangat cocok untuk broadband teknologi. Selain itu kecepatan pembangunan sarana balon yang jauh lebih tinggi dari ketiga metode yang lain juga patut jadi pertimbangan utama.